Selasa, 20 Mei 2025

MATERI KELAS 6 SD MENGAMALKAN PUASA SUNNAH

 MENGAMALKAN PUASA SUNNAH

    Puasa merupakan salah satu dari jenis ibadah yang disyariatkan dalam agama Islam. Terdapat beberapa jenis puasa, diantaranya puasa wajib dan puasa Sunnah. Puasa wajib merupakan jenis puasa yang diwajibkan Allah SWT. Untuk dilaksanakan umat Islam yang telah memenuhi syarat, seperti puasa Ramadan dan puasa kafarah. Sedangkan puasa sunnah merupakan jenis puasa yang dianjurkan oleh Allah SWT. Untuk dilaksanakan.

A. Makna Puasa Sunnah

    Puasa berasal dari bahasa Arab yaitu shaum atau siyam yang artinya menahan diri. Sedangkan menurut istilah bahwa puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa seperti makan dan minum, mulai dari terbit fajar (sebelum subuh) sampai terbenam matahari (waktu Maghrib). Tujuan pelaksanaan ibadah puasa adalah untuk mendekatkan diri dan mendapatkan ganjaran pahala dari Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadis qudsi yang diriwayatkan oleh imam muslim "setiap amal manusia adalah untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untukku, dan akulah yang akan memberinya ganjaran."

    Puasa apabila ditinjau dari hukum pelaksanaannya dibedakan menjadi empat macam, yaitu puasa wajib, puasa Sunnah, puasa makruh dan puasa haram.

1. Puasa Wajib (Fardhu)

    Puasa wajib merupakan puasa yang diwajibkan oleh Allah SWT. Untuk dikerjakan oleh umat Islam dengan syarat-syarat tertentu. Puasa wajib adalah puasa yang hukumnya wajib yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan akan mendatangkan dosa, seperti puasa di bulan Ramadan, puasa kafarah, dan puasa nazar. 

2. Puasa Sunnah (Tatawwu')

    Puasa sunnah merupakan puasa yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh umat Islam, sebagai tambahan dan penyempurna ibadah wajib. Puasa sunnah adalah puasa yang hukumnya Sunnah yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa, seperti puasa pada hari Senin dan Kamis. 

3. Puasa Makruh

    Puasa makruh merupakan melaksanakan ibadah puasa dengan cara dan waktu yang tidak dianjurkan, namun tidak mendatangkan dosa. Hukum pelaksanaannya adalah makruh, yaitu boleh dikerjakan namun lebih baik ditinggalkan, seperti melaksanakan puasa pada hari Jumat saja atau pada hari Sabtu saja, atau berpuasa yang dapat menjadikan diri menderita. 

4. Puasa Haram

    Puasa haram yaitu melaksanakan puasa pada waktu yang dilarang oleh Allah SWT. Hukumnya adalah haram, apabila dikerjakan akan berdosa. Waktu yang dilarang melaksanakan puasa antara lain puasa pada hari Raya idul Fitri dan idul Adha, serta puasa pada hari tasyrik yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah. 

    Jadi puasa sunnah merupakan ibadah puasa yang dianjurkan untuk dikerjakan pada waktu-waktu tertentu sebagai tambahan amalan, serta penyempurnaan ibadah wajib lainnya. Melaksanakan puasa sunnah merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Karena puasa merupakan salah satu ibadah yang paling utama. Hal ini dijelaskan di dalam hadis shahih imam Al Bukhari dan imam muslim, 

مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

    Artinya : "Barang berpuasa satu hari di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan dirinya dari neraka sejauh 70 tahun. (HR. Al Bukhari dan Muslim) 

B. Jenis Puasa dan Waktu Pelaksanaannya 

1. Puasa Syawal, yaitu berpuasa 6 hari pada bulan Syawal setelah hari raya idul Fitri. Keutamaan puasa Syawal sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat abu Ayyub, berikut ;

مَنْ صَامَ رَمَضانَ ثُمَّ أَتَبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كانَ كصِيَامِ الدَّهْرِ

Artinya: "Barang siapa berpuasa Ramadan lalu melanjutkannya dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, maka itu setara dengan puasa sepanjang tahun. 

2. Puasa Senin-Kamis, yaitu berpuasa pada setiap hari Senin dan Kamis. Puasa ini disunahkan sebagaimana dalam hadis shahih Muslim disebutkan bahwa ketika Rasulullah SAW karena. Ditanya, maka beliau menjawab 

ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ

Artinya: "itu adalah hari kelahiranku dan diturunkannya wahyu kepadaku 

3. Puasa Arafah, yaitu berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah atau 1 hari sebelum hari raya idul Adha. 

4. Puasa Asyura, yaitu puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Bulan Muharram merupakan urutan bulan yang pertama dalam kalender Hijriyah dan sering disebut dengan tahun baru Islam. 

5. Puasa sya'ban, puasa sunnah yang dilaksanakan pada pertengahan bulan sya'ban (Nisfu Syakban)

6. Puasa di pertengahan bulan (bulan kamariah), yaitu puasa sunnah yang dikerjakan pada ayyamul bidh yaitu hari-hari putih, yaitu hari yang terang bulan pada malam harinya. Biasanya terjadi pada tanggal 13, 14 dan 15. Disebut hari-hari putih Karena terang karena bulan pada malam harinya dan pada siang hari terang karena matahari. 

7. Puasa nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa, masa ini disunnahkan menurut kebiasaan yang dilakukan oleh nabi Daud AS, hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, berikut; 

أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا 

Artinya: "puasa yang paling utama adalah puasa nabi Daud. Beliau biasa berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari"

8. Puasa tasu'a, yaitu berpuasa pada tanggal 9 Muharram, dengan tujuan untuk mengiringi pelaksanaan puasa sunnah pada tanggal 10 Muharram. Puasa sunnah ini dilakukan adalah sebagai pembeda pelaksanaan Puasa orang Yahudi yang juga dilakukan pada tanggal 10 Muharram. Melaksanakan puasa pada tanggal 9 Muharram menjadi Sunnah Dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Yang bertujuan untuk mengiringi pelaksanaan Puasa pada tanggal 10 Muharram keesokan harinya, hal inilah yang akan membedakan dengan puasa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. 

C. Ketentuan Puasa Sunnah

    Setiap ibadah yang kita lakukan agar diterima oleh Allah SWT, hendaklah mengikuti ketentuan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Begitu pula dengan ibadah puasa, ada beberapa ketentuan yang harus kita ikuti. Kalian tentu masih ingat dengan beberapa ketentuan tentang puasa Ramadan, yaitu syarat dan rukun, serta hal-hal yang membatalkan puasa. Beberapa ketentuan tersebut juga berlaku pada puasa sunnah. Ketentuan tersebut antara lain: 

1. Syarat puasa Sunnah 

a. Islam, maksudnya adalah orang yang melaksanakan puasa haruslah beragama Islam. 

b. Mumayyiz, yaitu anak yang telah dapat membedakan antara hal bermanfaat dan berbahaya bagi dirinya sendiri. 

c. Suci, yaitu tidak dalam keadaan haid atau nifas (khusus bagi wanita)

d. Berpuasa pada waktu yang diperbolehkan. 

e. Mendapat izin dari suami (khusus bagi wanita yang bersuami), karena tidak diperbolehkan seorang wanita bersuami melaksanakan puasa sunnah jika tidak diizinkan oleh suaminya. 

2. Rukun puasa

a. Niat, yaitu berniat melaksanakan puasa pada malam harinya.

b. Menahan, yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa di siang hari, mulai terbit fajar hingga terbenam matahari. 

3. Hal-hal yang membatalkan puasa 

a. Makan dan minum dengan sengaja. 

b. Muntah dengan sengaja. 

c. Murtad atau keluar dari agama Islam. 

d. Keluar dari ketentuan syarat sah puasa. 

4. Tata cara pelaksanaan puasa sunnah 

      Tata cara pelaksanaan puasa sunnah sama seperti pelaksanaan Puasa pada umumnya seperti puasa di bulan Ramadan, perbedaannya terletak pada nikmatnya saja. 

    Niat puasa sunnah disesuaikan dengan jenis puasa yang akan dilaksanakan, dan dilakukan pada malam hari sebelum melaksanakan puasa. Niat merupakan pekerjaan hati dan tidak harus dilepaskan menggunakan bahasa Arab, namun juga boleh menggunakan bahasa yang kita pahami. Contoh niat puasa sunnah hari Senin :

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Artinya: "saya niat berpuasa pada hari Senin, sunnah karena Allah ta'ala".

D. Hikmah dan Keutamaan Puasa Sunnah

    Sebagaimana layaknya ibadah yang diwajibkan oleh Allah SWT. Memiliki hikmah atau keutamaan bagi orang yang melaksanakannya, begitu pula dengan puasa sunnah, juga memiliki hikmah dan keutamaan bagi siapa saja yang melaksanakannya. Secara umum hikmah dan keutamaannya adalah sebagai berikut: 

1. Menyempurnakan kekurangan ibadah wajib 

2. Meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. 

3. Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh 

4. Menumbuhkan kepedulian sosial 

5. Menegakkan sunah-sunah Rasulullah SAW. 

      Selain beberapa hikmah puasa sunnah yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa hikmah puasa sunnah lainnya sebagaimana tujuan dilakukan puasa tersebut yang disebabkan oleh suatu hikmah yang ingin Allah SWT. Berikan kepada hambaNya. 

    Misalnya pelaksanaan Puasa Arafah, yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dengan tujuan agar orang yang berpuasa memiliki sikap tenggang rasa dan memikirkan orang-orang yang berada di padang Arafah, mereka memenuhi panggilan Allah dan meminta kepada Allah SWT. Begitu pula dengan pelaksanaan puasa sunnah pada hari Asyura. Puasa ini dianjurkan sebagai ungkapan rasa syukur atas kemenangan nabi Musa AS., sehingga seseorang yang berpuasa pada hari tersebut, menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT. Serta akan mendapatkan pahala yang sangat besar. Puasa 6 hari di bulan Syawal juga memiliki keutamaan sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW., "Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan, lalu dia lanjutkan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seakan-akan dia telah berpuasa selama satu tahun penuh. "

Kamis, 15 Mei 2025

Materi Kelas 6 SD Qada dan Qadar Allah SWT.

 INDAHNYA KETETAPAN ALLAH SWT



A. MAKNA BERIMAN KEPADA QADA DAN QADAR

    Iman adalah keyakinan yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan. Iman kepada qada dan qadar berarti percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. mempunyai kehendak, ketetapan, keputusan atas semua makhluknya termasuk segala sesuatu yang meliputi semua kejadian yang menimpa makhluk. Kejadian itu bisa berupa hal baik atau buruk, hidup atau mati, kemunculan atau kemusnahan. Semua bukti dari kebesaran Allah Swt. Segala sesuatu  yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. sudah ada sebelum keberadaan makhluk. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Hadid [57]:22.

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

        Artinya: "Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri                melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.                            Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah".

1. Pengertian Qada dan Qadar 

    Menurut bahasa qada artinya ketetapan. Secara istilah qada adalah ketetapan Allah Swt. kepada setiap makhluknya yang bersifat azali, artinya ketetapan itu sudah ada sebelum keberadaan atau kelahiran dari makhluk. Adapun qadar menurut bahasa memiliki arti ukuran. Secara istilah qadar adalah terjadinya penciptaan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan sebelumnya. Qada dan Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir.

    Allah Swt. telah menciptakan dan menentukan apa-apa yang dia kehendaki. Manusia tidak dapat memilih sesuka hati mereka. Segala sesuatu tidak akan terjadi, kecuali dengan kekuasaan dan kehendaknya. Kita harus berusaha secara maksimal dan berdoa, berhasil atau tidaknya usaha yang kita lakukan, Allah Swt. yang menentukannya. Walaupun semuanya telah ditetapkan, bukan berarti manusia tidak ada usaha, Manusia tetap diwajibkan untuk selalu berusaha dalam hidupnya, sebab untuk mencapai cita-cita atau tujuannya, selain harus berdoa juga harus berusaha dan bekerja.

    Iman kepada qada dan qadar termasuk rukun iman yang keenam, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya: "Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikatnya, kitab-kitabnya, para Rasulnya, hari akhirat, dan engkau percaya kepada qada dan qadar Allah Swt. "(H.R. Muslim).

2. Dalil-dalil tentang Qada dan Qadar

    Qada berarti ketetapan. Hal ini berarti Allah Swt. telah menggariskan apa yang menjadi takdir atau ketetapan pada makhluk ciptaanya. Sebagai orang yang beriman kita wajib menerima dengan ikhlas suatu kejadian yang sedang menimpa kita dan percaya bahwa kejadian tersebut merupakan ketetapan dan kehendaknya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Ali Imran ayat 47.

قَالَتْ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِى وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِى بَشَرٌ ۖ قَالَ كَذَٰلِكِ ٱللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۚ إِذَا قَضَىٰٓ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ

        Artinya: Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum         pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun". Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril):                   "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak                        menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia.

    Adapun qadar artinya ukuran, kepastian, peraturan. Hal ini berarti Allah Swt. dalam menciptakan segala sesuatu sesuai dengan ukuran yang dikehendakinya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Qomar ayat 49.

إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَٰهُ بِقَدَرٍ

        Artinya: Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.

B. JENIS-JENIS TAKDIR DAN CONTOHNYA

    Takdir Allah SWT. Merupakan iradah (kehendak) Allah SWT. Oleh sebab itu, takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita bersyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah subhanahu wa Ta'Ala. Kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin bahwa dibalik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah SWT. Maha mengetahui atas apa yang diperbuatnya. Adapun takdir dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut. 

1. Takdir Muallaq

    Takdir muallaq yaitu takdir yang masih digantungkan pada usaha dan doa manusia. Hal ini, seseorang diberikan ketetapan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Sesuai dengan apa yang telah ia usahakan. Seseorang yang ingin kaya, pintar, dan lain-lain berarti orang ini harus melalui proses usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Sebagaimana firman Allah subhanallah wa ta'ala dalam surah An-Najm ayat 39-40.

    Dengan demikian, takdir muallaq merupakan takdir yang masih bisa diubah melalui ikhtiar manusia. Adapun contoh takdir muallaq adalah sebagai berikut. 

a. Anak yang bodoh menjadi pintar, karena ia belajar dengan giat disertai doa dengan sungguh-sungguh. 

b. Orang miskin yang giat bekerja menjadi kaya, karena ia bersungguh-sungguh dalam berikhtiar dan berdoa. 

c. Orang yang sakit menjadi kembali sehat dengan cara berobat. 

2. Takdir Mubram

    Takdir mubram yaitu takdir yang tidak bisa diubah oleh manusia walaupun ada ikhtiar dan tawakal. Misalnya kematian sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam Quran surat al-a'raf ayat 34.

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

        Artinya: Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka                tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.

    Takdir mubram mencakup segala peristiwa dalam kehidupan manusia yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Sejak awal penciptaan dan tidak dapat diubah oleh manusia. Contoh lain dari takdir mubram yaitu kebahagiaan dan kesedihan, adanya pasang surut air laut, ketetapan tentang jenis kelamin makhluk hidup, terjadinya gerhana matahari atau bulan, ketetapan lahir dan matinya makhluk, terjadinya siang dan malam ketetapan jodoh seseorang, terjadinya bencana alam, serta kepastian mengenai akan datangnya hari kiamat. 

C. SIKAP TERHADAP TAKDIR ALLAH SWT.

    Sebagai seorang muslim sudah menjadi kewajiban kita untuk mengimani adanya takdir Allah subhanahu wa ta'ala. Kita tidak boleh menolak atau menyalahkan Allah subhanahu wa ta'ala. Atas takdir yang kita terima. Justru kita harus siap menerima segala ketetapan yang telah Allah subhanahu wa ta'Ala. gariskan kepada kita. Terdapat beberapa sikap yang dapat kita tunjukkan dalam menyikapi takdir Allah SWT. Sikap-sikap tersebut diantaranya sebagai berikut. 

a. Ikhtiar 

    Ikhtiar adalah berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai harapan, keinginan, atau cita-cita. Ketika seseorang menginginkan sesuatu maka ia harus mau berusaha atau berupaya untuk meraihnya. Allah subhanahu wa ta'ala. yang menentukan takdir setiap makhluk ciptaannya, kita sebagai seorang hamba berkewajiban melakukan ikhtiar. Usaha tersebut diikuti dengan doa, memohon kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Agar keinginan tersebut dapat terwujud. 

b. Berdoa

    Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakininya. Doa merupakan permintaan manusia yang ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Orang yang mengimani takdir Allah subhanahu wa ta'ala. Akan senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang diinginkan disertai dengan doa. Apabila manusia melakukan usaha tanpa disertai doa, maka usahanya tersebut akan sia-sia. Begitu pula sebaliknya, jika manusia berdoa tanpa berusaha, maka doanya pun tidak akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala.

c. Tawakal

    Tawakal artinya berserah diri kepada Allah SWT. Atas hasil usaha kita setelah berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdoa. Seseorang yang menyertakan tawakal dalam setiap tindakan dan usahanya akan berdampak positif terhadap kepribadiannya. 

D. HIKMAH BERIMAN KEPADA TAKDIR

    Sebagai orang yang beriman, tentu kita sangat meyakini bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini merupakan ketetapan dari Allah SWT pada titik baik berupa kejadian yang baik (kenikmatan), maupun kejadian yang buruk (musibah). Oleh karena itu, kita harus selalu berpikir positif terhadap keputusan Allah SWT. Jangan sampai kita berburuk sangka terhadap Allah SWT. Atas takdir yang menimpa kita. 

    Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang kita dapatkan dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain sebagai berikut. 

1. Meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak lepas dari kehendak Allah SWT.

2. Termotivasi untuk senantiasa berikhtiar dan berusaha lebih giat lagi dalam mengejar cita-citanya.

3. Meningkatkan keyakinan akan pentingnya peran doa bagi keberhasilan sebuah usaha adalah

4. Meningkatkan optimisme dalam menatap masa depan dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh.



Minggu, 04 Mei 2025

 MATERI PAI KELAS VI (ENAM)

JASA-JASA KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB


    Ali bin Abi Thalib adalah khalifah ke-4 dalam Islam. Beliau melanjutkan kepemimpinan Islam menggantikan Usman bin Affan yang dibunuh oleh kaum pemberontak yang tidak puas dengan kepemimpinan Usman bin Affan. Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah selama 6 tahun.

    Ali bin Abi Thalib memiliki nama lengkap Ali bin Abu Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ali dilahirkan di Mekkah pada hari Jum'at 13 Rajab 570 M atau 32 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi Thalib masuk Islam sejak usia 7 tahun. Nabi Muhammad saw memberikan nama panggilan kepada Ali yaitu Abu Turab yang memiliki arti Bapaknya Tanah.

    Ali bin Abi Thalib merupakan seorang khalifah yang sangat zuhud dan hidup sederhana. Beliau seorang yang cerdas, cekatan, teguh pendirian dan sangat pemberani. Oleh karena itu, Ali bin Abi Thalib dikenal dengan 'Asadullah" artinya "Singa Allah". Selain itu, beliau juga memiliki julukan "babul 'ilmi". Ali bin Abi Thalib diibaratkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagai pintu gerbangnya ilmu. Oleh karena Nabi Muhammad saw. tidak memiliki anak laki-laki, beliau mengangkat Ali menjadi anak angkat.

    Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai anak asuh oleh Nabi Muhammad saw. ketika berusia 6 tahun sebagaimana Nabi Muhammad saw. pernah diasuh oleh Abu Thalib. Ketika Nabi Muhammad saw. diangkat menjadi rosul, Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ali bin Abi Thalib  adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam setelah Khadijah binti Khuwalid, Istri Nabi Muhammad saw.

    Sebagai anak asuh Rosulullah saw., Ali banyak menimba ilmu baik ilmu keagamaan maupun pendidikan akhlak seperti kejujuran, silaturrahmi, saling mengasihi dan menyayangi, memuliakan tamu, suka menolong dan membantu, dermawan dan lain-lain sehingga sifat-sifat Nabi Muhammad saw. tertanam didalam dirinya. Ali bin Abi Thalib sudah mendapatkan didikan yang mencerminkan akhlak islami dari Rosulullah saw. Nabi Muhammad saw. senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada Ali. Kasih sayang beliau terhadap Ali bin Abi Thalib sudah seperti anak kandungnya sendiri.

    Ali bin Abi Thalib tumbuh besar menjadi orang saleh dan sangat mencintai Rosulullah saw. kecintaannya dibuktikan sewaktu Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ali diperintahkan untuk tinggal dirumah Rosulullah saw. dan tidur ditempat tidurnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperdaya kaum Quraisy yang berencana untuk membunuh Nabi Muhammad saw.

    Selain menjadi anak angkat, Ali juga diangkat menjadi menantu nabi Muhammad saw. Beliau dinikahkan dengan putri kesangan Nabi saw yang bernama Fatimah Az-Zahra, dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai dau anak laki-laki yaitu Hasan dan Husein.

    Ali bin Abi Thalib meninggal di usia 64 tahun karena pembunuhan yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang), saat mengimami sholat subuh di masjid Kuffah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriah.

    Selama menjadi khalifah belaiu menorehkan banyak jasa terhadap kemajuan dan perkembangan dunia Islam, diantaranya :

1. Menata administrasi negara dan mengganti beberapa pejabat yang dilantik oleh khalifah sebelumnya.

    Ketika menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib tidak segan-segan mengganti beberapa orang gubernur yang diangkat oleh khalifah sebelumnya. Hal ini dilakukan karena mereka diangkat semata-mata karena adanya hubungan kekerabatan, bukan atas kemampuan. Adapun pejabat-pejabat baru yang diangkat oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib yaitu Sahl bin Hanif (gubernur Syiria), Usman bin Hanif (gubernur Basrah), Qays bin Sa'ad (gubernur Mesir), Umrah bin Syihab (gubernur Kuffah), Ubaidillah bin Abbas (gubernur Yaman).

2. Mengambil kembali tanah milik negara dan harta baitul mal.

    Pada masa khalifah Usman bin Affan, banyak kerabatnya yang diberi fasilitas negara. Ali bin Abi Thalib memiliki tanggung jawab untuk membereskan masalah tersebut. Beliau menarik kembali tanah dan harta milik negara yang dibagikan kepada pejabat gubernur. Harta tersebut dikembalikan fungsinya untuk kepentingan negara dan kaum lemah.

3. Penulisan buku pokok-pokok ilmu Nahwu.

    Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abul Aswad Ad Duali untuk menulis sebuah buku tentang ilmu Nahwu (Qaidah Nahwiyah). Ilmu Nahwu merupakan ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.

4. Membangun kota Kuffah.


    Khalifah Ali bin Abi Thalib  banyak meninggalkan jejak peradaban dan keilmuan yang tinggi. Beliau berhasil membangun kota kuffah secara khusus. Awalnya kota tersebut disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan, namun pada akhirnya kota Kuffah dijadikan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, nahwu, tafsir, dan hadis.

    

MATERI KELAS 6 SD MENGAMALKAN PUASA SUNNAH

  MENGAMALKAN PUASA SUNNAH      Puasa merupakan salah satu dari jenis ibadah yang disyariatkan dalam agama Islam. Terdapat beberapa jenis pu...